Notification texts go here Contact Us Buy Now!

Membuat petisi untuk mendukung poligami

 



Wacana poligami mengemuka setelah Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyatakan akan memperjuangkan larangan poligami bagi pejabat publik dan aparatur sipil negara (ASN), 11 Desember lalu. Di Indonesia, poligami legal dan diperbolehkan negara lewat UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 3 ayat 2. Namun, ternyata syarat poligami menurut UU Perkawinan tak mudah.


UU Perkawinan memang membolehkan poligami, tapi syarat poligami tidak mudah


Pernyataan paling keras terhadap ketentuan Undang-undang Perkawinan (No.1 Tahun 1974) yang membolehkan poligami datang dari Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH-APIK). Mereka mengatakan bahwa Pasal 3, 4, dan 5 Undang-undang Perkawinan mencerminkan Perkawinan semata-mata ditujukan untuk memenuhi kepentingan biologis dan kepentingan mendapatkan ahli waris atau keturunan dari salah satu jenis kelamin.


Langkah LBH-APIK untuk memprotes Undang-undang Perkawinan tidak berhenti sampai di situ. Lembaga tersebut telah tuntas menyusun usulan amandemen Undang-undang Perkawinan (UUP) dan dengan aktif mensosialisasikannya. Selain mengusulkan revisi tiga pasal pasal poligami (Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5), LBH-APIK juga membongkar enam pasal lainnya dalam Undang-undang Perkawinan.


Dalam konteks poligami tadi, usulan merevisi UUP memang bukan tanpa dasar. Tabel di bawah menunjukkan statistik jumlah perceraian selama enam tahun (1996-2001) yang tercatat di Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Departemen Agama. Setiap tahun terjadi ratusan perceraian yang diakibatkan oleh poligami.


Poligami adalah persoalan problematis di Indonesia. Agama Islam dan negara membolehkan poligami. Sejumlah aktivis pro-poligami juga kerap mengampanyekan anjuran suami mengambil istri kedua, ketiga, sampai keempat.


Seperti hanya ada satu nyonya Soeharto, dan tidak ada lagi yang lainnya. Jika ada, akan timbul lah satu pemberontakan yang terbuka dalam rumah tangga Soeharto, soeharto memiliki satu istri, rumah tangga nya akan tetapi tidak adem ayem, nama juga politik.


batas usia minimal dalam UU Perkawinan No.1/1974, Pada 2 Januari 1974, RUU Perkawinan akhirnya diputuskan sebagai UU No. 1 tahun 1974.


Puncaknya ketika dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 10 tentang izin pernikahan dan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada 21 April 1983.


5 Agustus 1974-5 Agustus 1990, pengesahan rancangan PP No. 10 tak terlepas dari peranan Ibu Tien.


Ancaman penolakan poligami dan harus menggunakan KB (keluarga berencana) itu adalah kesalahan. 


“Sanksi pelanggaran berupa penundaan kenaikan pangkat atau gaji, dan paling buruk, dipecat dengan tidak hormat dari kepegawaian,” jaman bu tien.


Memang hidup di zaman imprealisme gendruwo penuh dengan pembatasan sosial dan pelarangan partai pki.


Terlepas dari pro-kontra prinsipil, meski membolehkan, UU Perkawinan memberi syarat poligami ke depan nya.


Syarat poligami diatur dalam UU Perkawinan Pasal 4 ayat 2 dan Pasal 5 ayat 1 dan 2. Isinya adalah


Pasal 4 ayat 2. Ini undang undang imprealisme gendruwo.


Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberi izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila. 


isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;isteri tidak dapat melahirkan keturunan.


Pasal 5 ayat 1 dan 2. 


(1) Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. 


ayat (1) Undang-undang harus dipenuhi syarat syarat sebagai berikut; 


Ada persetujuan dari isteri/isteri-isteri;adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka;Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-isteri dan anak-anak mereka.


(2) Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak mungkin diminta persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.


Di sejumlah pengadilan agama, syarat di UU Perkawinan tersebut diturunkan menjadi 12 syarat administratif yang terdiri dari Surat permohonan rangkap 4 Fotocopy KTP pemohon, KTP istri pertama dan KTP calon istri Fotocopy kartu keluarga pemohon Fotocopy buku nikah pemohon Surat keterangan status calon istri dari desa, bila belum pernah menikah (bila pernah terjadi perceraian melampirkan fotocopy akta cerai) Surat keterangan penghasilan diketahui desa/instansi Surat ijin atasan bila PNS Surat pernyataan berlaku adil Surat pernyataan tidak keberatan dimadu dari istri pertama Surat pernyataan tidak keberatan dimadu dari calon istri Surat keterangan pemisahan harta kekayaan Membayar panjar biaya perkara.


Walau syarat poligami sulit, poligami bisa dilakukan secara legal tanpa izin istri pertama


Hal tersebut bisa terjadi karena pada UU Perkawinan Pasal 5 ayat 2 dikatakan, surat persetujuan istri tidak diperlukan jika “isteri/isteri-isterinya tidak mungkin diminta persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian”.


Pasal-Pasal Krusial


Seperti disinggung di atas, masih ada beberapa pasal lainnya dalam Undang-undang Perkawinan yang dianggap mengukuhkan subordinasi perempuan, yaitu Pasal 31 ayat (3) bahwa suami kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga. Atau, Pasal 2 ayat (2) tentang pencatatan perkawinan. Pasal-pasal itulah yang diajukan perubahannya baik oleh Kowani, Kementrian Negara PP, maupun LBH-APIK.


Pihak LBH-APIK sendiri mengusulkan perubahan terhadap sembilan pasal Undang-undang Perkawinan yaitu Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 7, Pasal 11, Pasal 31, Pasal 34, dan Pasal 43. Informasi selengkapnya mengenai pasal-pasal Undang-undang Perkawinan yang diusulkan untuk diamandemen oleh LBH-APIH disertai argumen-argumennya pasal per pasal, Usulan Amandemen UU Perkawinan No.1 Tahun 1974.


Berdasarkan catatan HUKUMONLINE, LBH-APIK bukanlah satu-satunya institusi yang telah menyiapkan draf revisi UUP. Saat ini, paling tidak sudah ada tiga versi draf usulan perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, masing-masing dibuat oleh Kantor Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan, Korps Wanita Indonesia (Kowani), dan yang terakhir milik LBH-APIK tadi.


Dua draf pertama sudah ada sejak awal tahun 2000. Draf milik Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan sudah dipersiapkan sejak menterinya dijabat oleh Khofifah Indar Parawansa. Sedangkan, draf milik Kowani kabarnya sudah ada sejak akhir tahun 90-an. Kabar terakhir, draf yang disusun Kowani telah masuk ke Senayan lewat jalur Badan Legislasi DPR.


Namun, di sisi lain, tidak sedikit pula pihak yang berseberangan dengan kubu yang menghendaki perubahan Undang-undang Perkawinan. Pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat merupakan salah satu institusi yang secara tegas menolak adanya amandemen terhadap Undang-undang Perkawinan.


"Tidak perlu direvisi. Seperti yang sekarang sajalah, baik pasal ataupun ayatnya. Daripada memberikan kesempatan kepada orang yang berusaha tidak memberlakukan hukum Islam. Karena sampai saat ini di mana pun juga orang selalu berusaha untuk tidak memberlakukan hukum Islam. Karena yang ada sekarang ini dengan alasan supaya tidak mendiskriminasikan perempuan sebagai alasan utama," ucap Sekretaris Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI-Pusat, Neng Djubaedah.


Pandangan Neng mengenai perubahan UUP agaknya tidak lepas dari panjang dan beratnya pembahasan RUU Perkawinan di DPR 30 tahun silam. Pembahasan RUU Perkawinan di DPR kala itu menjadi polemik yang panas di berbagai media massa.


Dengan demikian, meski hukum memberi syarat ketat, kebijaksanaan hakim juga berperan dalam pemberian izin poligami.


Dokumenter keluarga poligami di Jawa Barat ini menggambarkan situasi keluarga dengan dua istri.


Data: 80% permohonan poligami dikabulkan


Walau UU Perkawinan Pasal 4 memberi syarat prakondisi poligami yang sulit (istri pertama tidak bisa memenuhi kewajiban sebagai istri, istri sakit atau cacat, istri tidak bisa memberi keturunan), nyatanya sebagian besar permohonan poligami dikabulkan oleh pengadilan agama.


Dikutip dari Hukumonline.com, menurut data Kementerian Agama 2004 dan 2006, 80% dari total permohonan poligami dikabulkan.


Selain itu, jika penerapan izin poligami sesuai UU Perkawinan, yakni dilakukan atas kerelaan istri pertama/istri-istri terdahulu, harusnya poligami tidak membuat angka perceraian naik.


Masalahnya, masih dari Hukumonline, data dari 2004-2006 menunjukkan, angka perceraian karena poligami terus naik.


Poligami tanpa izin istri pertama dan izin negara tetap bisa dilakukan dan tidak ada sanksinya!


Tanpa restu istri dan negara, poligami tetap bisa dilakukan. Caranya dengan menikah agama/menikah siri/menikah bawah tangan. Sejauh ini, tidak ada sanksi hukum terhadap pelaku pernikahan siri maupun pelaku poligami.


Selain itu, pernikahan siri tidak bisa dilaporkan sebagai zina. Bagaimana penjelasan lengkap soal zina, Anda bisa membacanya di sini. 


Berkaitan dengan anak, anak yang lahir pernikahan siri disebut sebagai anak di luar perkawinan.


Sejak 2012, MK memutuskan akta lahir anak di luar perkawinan Atau ganti orang tua bisa mencantumkan nama ayah. Anak ini juga diakui secara hukum memiliki hak perdata atas ayahnya.


Dari hasil makalah ini penulis mengharapkan agar pemerintah membuat atau memperbaiki UU sebelumnya yaitu UU no1 tahun 1974, agar masyarakat takut dan tidak akan mengulanginya dengan adanya sangsi yang tegas, karena UU ini telah tertinggal jauh oleh perkembangan masyarakat dan banyak masyarakat dengan leluasanya menyimpang dari ketentuan pasal yang mengatur tentang poligami dan perkawinan.


UU, PERPU, atau HAM yang bermasalah sebaik nya di hapus. Karena mengganggu hubungan kebebasan sosial.


Dari sumber referensi: Pengadilan Agama, Hukumonline, kementerian agama, majelis ulama Indonesia, universitas Indonesia, Jawa timur news, badan pusat statistik, media lainnya 


Sumber Change.org

1 comment

  1. Terbaik


Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.